MARI MEMBACA SEJARAH
Sejarah Kebudayaan Islam Kelas XI
Selasa, 05 Juni 2018
Senin, 04 Juni 2018
Sabtu, 12 Mei 2018
Bab-4 Masa Kelemahan Sampai Runtuhnya Bani Ummayah 1 Damaskus
A. Faktor –faktor Penyebab Mundurnya Bani
Umaiyah I Damaskus
a.
Faktor Internal
Sistem
monarcki yang dipakai olehpemerintahan Bani Umaiyah dalamproses peralihan
kepemimpinan membeirkan pengaruh paling besar terhadap faktor lemahdan
hancurnya Bani Umaiyah I,adalah putra mahkotayang diangkat menjadi khalifah
pengganti khalifah sebelumnya masih kecil dan kurang
professional.Khalifah-khalifah tersebut tidak bisa melakukan kebijakan bahkan
tidakdapat memberikan satu pemikiran untuk perkembangan pemerintahan kedepan.
Mereka seperti boneka yang siap dipermainkan kapan dan dimana saja,sehingga
yang mengendalikan pemerintahan adalah para pembesar istana seperti perdana
mentari, pengawal istana dan pengawal khalifah. Serta perilaku amoraldari para
khalifahdan pembesar khalifah BaniUmaiyah termasuk faktor internalh yangikut
memberi pengaruh terhadap hancurnya Bani Umaiyah I.
b.
Faktor Eksternal
Munculnya
kekuatan bari Abasiyah ditandai oleh ahli sejarah sebagai persingan politik
terhadap bani Umaiyah 1 yang pada saat itu telah menurun hampir di semua wilyah
kuasaannya. Serang menyerang antara bani Umaiyah I dengan kekuatan baru
Abasiyah menambah para dan mempercepatfakto lemah bani Umaiyah
1)
Perkembangan kekuasaan lain di luar
Abasiyah seperti kerajaan nasrani di eropa dan kekuasaan Persia serta serta
Byzantium di wilayah timur menjadi kekuatan-kekuatan di luar Abasiyah yang
menantang kekuasaan Umaiyah1. Dengan demikian dapat di abil kesimpulanbahwa
faktor eksternal penyebab hancurnya Bani Umaiyah Iadalahmunculnya kekuatan
Abasiyah, Persia, dan kerajaan-kerjaannasrani. karena munculnya
kekuatan-kekuatan baruterebut sekaligus menjadi penantang bagi kekuasaan bani
Umaiyah 1 Andalusia.
2)
Faktor-faktor Pemicu Munculnya
PemberontakanPemberontakan yang terjadi terhadap pemerintahan yang sah adalah
hal yang biasa dan sering terjadi pada masa Islam klasik, mulai bani Umaiyah 1
sampai runtuhnya khilafat Islam dari pemerintahan Turki Usmanitahun 1816-1818M,
ketika terjadi perang terbuka melawan pasukan Nato di Skandinavia.Penyebab
terjadinya faktor pemicu pemberontakan masabani Umaiyah1 bermacam-macam, di
antaranya adalah
a.
Perebutan kekusaan
Faktor perebutan kekusaan
yang memicu adanya pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah merupakan
factor dominan. Hal ini terjadi dikarenakanputra mahkota lebih dari satupada
satu periode, sehingga sering terjadi rebutan siapa yang akan lebih dahulu
mejadi khalifah mengganti posisi khalifah sebelumnya. Kasus perebutan kekuasaan
awalnya terjadi karena Muawiyah tidak suka dengan pemerinthannya Ali pada
pemerintahan khulafaurrasyidin ke empat. Perebutan yang dilakuan oleh Muawiyah
terhadap Ali dilakukan dengan berbagaicara, yang pada ahirnya memfungsikan
kelompok khawarij yang fundamental membunuh Ali dengan cara di tusuk pada saat
sholat subuh.Pada masa-masapemerntahan bani Umaiyah selanjutnya, pemberontaka
terjadi hampir di setiap pemerintah (khlifah yang berkuasa), seperti
pemberontakan dari gerakan syiah,pemberontaan Abdullah bin Zubair, dari
kelompok khawarij, Mu’tazilah, jab ardan Qadariyah.
b.
Dendam,
Faktor dendam
termasuk factor yang sering terjadi memicu pembrontakanterhadap pemerinthan yan
sah. Contoh dalam kasusMuawiyah dengan Ali, karena Muawiyah yakin bawaterbunuh
sudaranya Usman bin Afan, Ali ikutterlibat, makanya ia menaruh dendam terhadap
Ali. Muawiyah melakukanberbagai cara untuk menurunkan Ali dari pemerintahnnya.
c.
Harta kekayaanyang melimpah
Pemerintahan Islam
abad klasik adalah pemerintahan yang kayadengan harta.Hal ini disebabkan karena
umat Islam pada masa itu selalu memenangkan perang sehingga pemerintahan yang
kalah harusbayarGhonimah kepada Islam.Karena di Baitul Maal tersimpan harta
yang banyak,maka sering menjadi re-butan bagi umat Islam untuk berkuasa.
B.
Kelebihan dan Kekurangan Bani Umaiyah 1
Karena
yang membangun dan memebsarkan karajaan bani Umaiyah 1 adalah manusia biasa,
maka sudah barang tentu ada factor kelebihan dan kekurangannya.
Faktor kekurangan dari bani Umaiyah 1;
a.
Memakai Sistem peralihan keuasaan monarchi,
yang mnyebabkan putra mahkota yangmash kecil dan tidak profesinal menjadi
khalifah
b.
Banyak wilayah baru yang di taklukan tetapi
tidak dibina secara intensif
c.
Banyak kasus penyelewengan dalam istanah
yang tidak ditindak dengan tegasoleh pemerintahseperti korupsi dan nepotisme.
d.
Pengangkatan dua putra mahkota daam satu
tahun pemerintahan, yang terjadi pada khalifah ke 12 Yazid bin Walid dan 13
Sulaiman bin Walid, oleh masyarakat bahwa hal yang terjadi seerti itu
menunjukanketidak tegasan dari pemerintahan bani Umaiyah 1
Sedangkan factor kelebihandari bani Umaiyah
1 diantaranya adalah;
a.
Sikap beranidantegas dari beberapa khalifah
bani Umaiyah, seperti Muawiyah, Marwan. Abdul Malikdan Walid bin Abdul Malik
b.
Sikap adil, jujur dan religius dari
khalifahg Umar bin Abdul Azis
c.
Pola pengembangan budaya dengan pendekatan
Arabisasi (arab oriented) yang didukung oleh mayoritas mayarakat pada saat itu.
d.
Sikap berani berpenrang dari kaum muslim
(ruh jihadtinggi) yang menyebbkanUmat Islambanyak mendapat kemenagnan pada saat
perluasan wilayah serta banyak mendapatkan ghonimah atau upeti
C.
Proses Runtuhnya Bani Umayyah I di Damaskus
1.
Sikap tidak senangan
masyarakatterhadapkhalifah-khalifah bani Umaiyah IKetidaksenangan masyarakat
Islam terhadap pemerintahan bani Umaiyah I disebabkan oleh
praktek-praktekamoral dari parakhalifah melalui acara-acara serimonial yang
dilaksanakan di dalam istanahdengan alasanuntuk menghiburpara pembesar-pembesar
istana. Acara tahunan tersebut dilakukan secararutin.Acara serimonial
tersebutdi atastermasuk faktorinternal yang banyakberpengaruh terhadap proses
lemahnya bani Umaiyah I. Perebutankekuasaan dalam istanahjuga termasuk faktor
internal penyebab lemahnya bani Umaiyah I seperti yangterjadi pada
masapemerintahan setelah khalifah yang ke-12 Walid binYazid yang wafat tahun
126 H. Pada tahun tersebut masyarakat saling mengklaim mengangkat 2 putra
mahkota dari Walid, yaitu Yazid bin Waliddan Ibrahim bin Walid. Selama 1 tahun
berjalan masyarakat tidak dapat menetapkan siapa yang menjadi khalifah
menggantikan bapaknya, akan tetapi yang terjadi adalah bentrok dan pertikaian
antar keluarga istana. Kondisidemikian menimbulkan preseden buruk masyarakat
terhadap pemerintahan bani Umaiyah I.
2.
Peperangan Melawan Keturunan
AbasiyahLemahnya pemerintahan Bani Umaiyah I terjadi hampir disemuawilayah
kekuasaan, sementara kekuatan baru yangbarumunculsebagai lawan politik
yaituAbasiya sedang berkembang pesat dengan mendapat sambutandan dukungan dari
masyarakat Islam. Abu Abbas pemimpin Abasiyah yang baru menguasai berbagai
wilayah Umaiyah dibantu oleh tentara bayarannya Abu Muslim Al Khurasani. Bani
Umaiyah I hanya bisa bertahan di daerah Al Zab, wilayah pesisir laut merah
berseberangan dengan pesisirsungai nil. Pertemuan kedua belah pihak tidak
bisadielakkan dan terjadilah pertempuran Al Zabtahun 132 H atau tahun 750 M.
Dalam pertempuran itu Bani Umaiyah I kalah dan khalifah terakhir (ke-14) Marwan
bin Muhammad melarikan diri ke Mesir. Marwan dikejar oleh pengikut Abu Abbas
kemudian ditangkap dan dibunuh di Mesir. Mayatnya Marwan dikembalikan keMadinah
dan dikuburkandi Madinah. Kekalahan Bani Umayah I di Al Zab sekaligus
mengakhiri masa pemerintahan Bani Umaiyah Idan sekaligus diproklamirkan berdiri
kekuasaan baru yaitu BaniAbbasiah.Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa,
factor-faktor penyebab kemunduran bani Umaiyah 1 adalah;
1)
Sitem pergantian khalifahmelalui garis
keturunanadalah merupakan sesuat yang baru bagi trdii bangsa Arab.yang lebih
nekankan aspek senioritas. Pngaturannya tidak jelas yang menyebabkan terjadinya
persaingan yang tidak sehat dikalangan istana
2)
.Latar belakang terbentuknya bani Umaiyah 1
idak bisa dipishkan dari konflik-konflikpolitik yang terjadi pada masa
pmerintahan khalifah Ali. Sisa-sisa pengikut Ali ( syiah) dan kawarij
terusmenjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti pada masa awal maupun
secara tersembunyi seperti pada masa per tengahan bani Umaiyah. Penumpasan
terhadap gerakan-gerakan ini manyakmenyedot kekuatan pemerintah
3)
Pada masa kekuasaan bani UmaiyahI
,pertentangan etnis antara suku ArbiaUtara dan Arabiyah Selatan yang sudah ada
sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para
penguasa bani Umaiyah 1mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan
kesatuan. Disamping itusebagian besar golongan mawali (non arab), terutama Irak
dan wilayah bagiantimur lainnya, merasa tidak puas karena satus mawali itu
menggambarkan sesuatu inferioritas, ditambah dengan kengkuhan bangsa Arab yang
diperlihatkan pada masa bani Umaiyah1
4)
Lemhnya pemerintahan bani Umaiyah juga
disebabkan oleh sikap hidupmewah dilingkungan istana sehingga anak-anak
khalifah tidak sanggu memikul beban berat kenegaraan tetkala mereka mewarisi
kekuasaan. Disamping itugolongan agama banyakyang kecewa karna perhatian
penguasa trhadap perkembanganagama sangat kurang.
5)
Penyebab langsung jatuhnya bani Umaiyah 1
adalah munculnya kekuatan baru yang dipelepori Abu Abas assafah. Gerkan ini
mendpat dukungan penuh dari bani Hasyim dan golongan, syiah dan kaum mawali
yang merasa dikelas duakan oleh pemerinthan bani Umaiyah.
Bab-3 Perkembangan Peradaban Bani Umayyah I
A. Pembukuan Hadis Pada Masa Umar bin Abdul Aziz
Dengan pembukuan hadis pertama kali di cetuskan oleh khalifa umar bin abdul aziz pada awal abad ke 2 hijriyah. sebagai khalifa pada masa itu, beliau memandang perlu untuk membukukan hadis. karena beliau menyadari bahwa semakin lama para perawi hadis banyak yang meninggal. apa bila Hadis - Hadis tersebut tidak di bukukan maka akan di khawatirkan akan lenyap dari permukaan bumi. di samping itu, timbulnya berbagai golongan yang bertikai dalam persoalan kekhalifahan menyebabkan ada nya kelompok yang membuat hadis palsu untuk menambah hasil pendapattan nya. penulis hadis yang pertama kali dan terkenal pada masa itu adalah abu bakar muhammad ibnu muslimin ibnu syihab az zuhri.
Pentingnya pembukuan hadis tersebut mengundang para ulama untuk ikut serta berperan dalam meneliti dan menyeleksi dengan cermat kebenaran hadis - hadis. penulisan hadis pada abad ini belum ada pemisahan antara hadis nabi dengan ucapan sahabat maupun fatma ulama. kitab yang terkenal pada masa itu adalah Al Muwatta karya imam malik.
Dan pada abad ke-3 H, penulisan di lakukan dengan mulai memisahkan antara hadis, ucapan maupun Wafta bahkan ada pula yang memisahkan antara hadis shahih dan bukan shahih. Pada abad ke-4 H, yang merupakan akhir penulisan hadis, kebanyakan bukti hadis itu hanya merupakan penjelasan ringkas dan pengelompokan hadis - hadis sebelumnya.
B. Proses Perkembangan Ilmu Pengetahuan Masa Bani Umayyah I Islam
Andalusia telah mencatat satu lembaran peradaban dan kebudayaan yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyebrangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad XII. Minat terhadap pendidikan dan ilmu pengetahuan serta filsafat mulai dikembangkan pada abad IX M. selama pemerintahan penguasa Bani Umayah yang ke-5, Muhammad ibn Abd Al-Rahman (832-886 M)
Kurikulum Pendidikan Pada Masa Bani Umayah
Kurikulum pendidikan pada masa Bani Umayyah
meliputi:
- Ilmu agama yakni Al-Qur’an, Hadis dan Fikih. Sejarah mencatat bahwa pada masa khalifah Umar Ibn Abd al-Aziz (99-10 H) dilakukan proses pembukuan Hadis, sehingga studi Hadis mengalami perkembangan yang pesat.
- Ilmu sejarah dan geografi yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah dan riwayat.
- Ilmu Pengetahuan bidang bahasa,yaitu segala Ilmu yang mempelajari bahasa,nahwu,saraf,dan lain-lain.
- Filsafat yaitu segala ilmu pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantik,kimia,astronomi,ilmu hitung dan ilmu yang behubungan dengan hal tersebut, dan ilmu Kedokteran
Kurikulum pelajaran selanjutnya diatur
secara lebih khsusus pada setiap lembaga pendidikan. Untuk pendidikan di istana
misalnya diajarkan tentang Al-Qur’an, Al-Hadis, syair-syair yang terhormat
riwayat para hukama (filsuf), membaca, menulis, berhitung, dan ilmu-ilmu umum
lainnya.
Pola Pendidikan
Islam Pada Masa Bani Umayyah
Adapun pola
pendidikan Islam pada masa bani umayyah secara garis besar adalah sebagai
berikut
1)
Kuttab
Umat muslim Andalusia telah menoreh catatan
sejarah yang mengagumkan dalam bidang intelektual, banyak perestasi yang mereka
peroleh khususnya perkembangan pendidikan Islam. Pertumbuhan lembaga-lembaga
pendidikan Islam sangat tergantung pada penguasa yang menjadi pendorong utama
bagi kegiatan pendidikan. Menurut Abuddin Nata, di Andalusia menyebar lembaga
pendidikan yang dinamakan Kuttab. Kuttab termasuk lembaga pendidikan terendah
yang sudah tertata dengan rapi dan para siswa mempelajari berabagai macam
disiplin Ilmu Pengetahuan.
2)
Mesjid
Semenjak
zaman Nabi Muḥammad Ṣalallāhu ‘alaihi wa sallam masjid telah menjadi pusat kegiatan dan informasi berbagai masalah
kehidupan kaum muslimin. Ia menjadi tempat bermusyawarah, tempat mengadili
perkara, tempat menyampaiakan penerangan agama, dan tempat menyelenggarakan
pendidikan, baik untuk anak-anak atau orang dewasa. Kemudian pada masa
khalifah Bani Umayyah berkembang fungsinya sebagai tempat pengembangan
ilmu pengetahuan, terutama yang bersifat keagamaan.
Pada
Dinasti Umayyah, Masjid merupakan tempat pendidikan tingkat menengah dan
tingkat tinggi setelah khuttāb. Pelajaran yang diajarkan meliputi Al-Quran, Tafsir, Hadith dan
Fiqih, Juga diajarkan kesusasteraan, sajak, gramatika bahasa, ilmu hitung dan
ilmu perbintangan. Diantara jasa besar pada periode Dinasti Umayyah dalam
perkembangan ilmu pengetahuan adalah menjadikan masjid sebagai pusat
aktifitas ilmiah termasuk sha’ir, sejarah bangsa terdahulu diskusi dan akidah.
Pada periode ini juga didirikan masjid ke seluruh pelosok daerah Islam.
Masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Makkah selalu menjadi tumpuan
penuntut ilmu di seluruh dunia Islam dan tampak juga pada pemerintahan Wālid bin ‘Abd al-Mālik (707-714 M) yang merupakan
Universitas terbesar dan juga didirikan masjid Zaitunnah di Tunisia yang
dianggap Universitas tertua sampai sekarang.
3)
Majelis Sastra
Majelis
sastra adalah suatu majelis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk membahas
berbagai macam ilmu pengetahuan. Majelis sastra merupakan balai pertemuan
yang disiapkan oleh khalifah dihiasi dengan hiasan yang indah, hanya
diperuntukkan bagi sastrawan dan ulama terkemuka. Majelis ini bermula
sejak zaman Khulafa ar-Rāshidīn yang biasanya memberikan fatwa dan
musyawarah serta diskusi dengan para Ṣahabat untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi pada masa itu.
Tempat pertemuan pada masa itu adalah di masjid. Setelah masa khalifah Bani
Umayyah, tempat majelis tersebut dipindah ke istana, dan orang-orang yang
berhak menghadirinya adalah orang-orang tertentu saja yang diundang khalifah.
Dalam majelis sastra tersebut bukan hanya dibahas dan didiskusikan
masalah-masalah kesustraan saja, melainkan juga berbagai macam ilmu pengetahuan
dan berbagai kesenian.
4)
Pendidikan Istana
Yaitu
pendidikan yang diselenggarakan dan diperuntukkan khusus bagi anak-anak
khalifah dan para pejabat pemerintahan. Kurikulum pada pendidikan istana
diarahkan untuk memperoleh kecakapan memegang kendali pemerintahan atau hal-hal
yang ada sangkut pautnya dengan keperluan dan kebutuhan pemerintah. Timbulnya
pendidikan Istana untuk anak-anak para pejabat adalah berdasarkan pemikiran
bahwa pendidikan harus bersifat menyiapkan anak didik agar mampu melaksanakan
tugas-tugasnya kelak setelah ia dewasa. Oleh karena itu, mereka memanggil
guru-guru khusus untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak mereka.
Pendidikan anak di istana berbeda dengan pendidikan anak di kuttāb pada umumnya. Di istana orang tua murid
(para pembesar di istana) adalah yang membuat rencana pelajaran tersebut
selaras dengan tujuan yang dikehendaki oleh oranng tuanya. Guru yang mengajar
di istana disebutmuaddib, karena berfungsi mendidik budi pekerti
dan mewariskan kecerdasan dan pengetahuan kepada anak-anak pejabat.
5)
Pendidikan Badiah (padang
pasir, dusun tempat tinggal Baduwi)
Yaitu
tempat belajar bahasa Arab yang fasih dan murni. Hal ini terjadi ketika
khalifah ‘Abdal-Mālik bin Marwān memprogramkan Arabisasi maka muncul istilah badiah, yaitu
dusun baduwi dipadang Sahara mereka masih fasih dan murni sesuai dengan kaidah
bahasa arab tersebut.[14]Sehingga banyak khalifah yang mengirimkan anaknya ke
badiah untuk mempelajar bahasa Arab yang fasih lagi murni. Banyak ulama-ulama
dan ahli ilmu pengetahuan lainnya yang pergi ke badiahdengan tujuan
untuk mempelajari bahasa dan kesustraan Arab yang asli lagi murni.
Badiah-badiah tersebut lalu menjadi sumber ilmu pengetahuan terutama bahasa dan
sastra Arab dan berfungsi sebagai lembaga pendidikan Islam.
6)
Pendidikan Perpustakaan
Pada
zaman perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, buku mempunyai
nilai yang sangat tinggi. Buku merupakan sumber informasi berbagai macam ilmu
pengetahuan yang ada dan telah dikembangkan oleh para ahlinya. Orang dengan
mudah dapat belajar dan mengajarkan ilmu pengetahuan yang telah tertulis dalam
buku. Dengan demikian buku merupakan sarana utama dalam usaha pengembangan dan
penyebaran ilmu pengetahuan. Pemerintah Dinasti Umayyah mendirikan perpustakaan
yang besar di Cordova pada masa khalifah al-Hakam bin Nāṣir.
7)
Pendidikan Tinggi
Masyarakat Arab yang berada
di Andalusia merupakan pelopor peradaban dan kebudayaan juga pendidikan, antara
pertengahan abad kedelapan sampai dengan akhir abad ketigabelas. Melalui usaha
yang mereka lakukan, ilmu pengetahuan kuno dan ilmu pengetahuan Islam dapat
ditransmisikan ke Eropa. Bani Umayah yang berada dibawah kekuasaan Al-Hakam
menyelenggarakan pengajaran dan telah memberikan banyak sekali penghargaan terhadap
para sarjana. Ia telah membangun Universitas Cordova berdampingan dengan Masji
Abdurrahman III yang selanjutnya tumbuh menjadi lembaga pendidikan yang
terkenal diantara jajaran lembaga pendidikan tinggi lainnya didunia.
Universitas Coedova menandingi dua Universitas lainnya yaitu Al-Azhar di Cairo
dan Nizhamiyah di Bagdhad, dan telah menarik perhatian para pelajar tidak hanya
dari Spanyol ( Andalusia), tetapi juga dari Negara-negara Eropa lainnya, Afrika
dan Asia. Di antara para
ulama yang bertugas di Universitas Cordova adalah Ibn Qutaibah yang dikenal
sebagai ahli tata bahasa dan Abu Ali Qali yang dikenal sebagai pakar teologi.
Universitas ini memiliki perpustakaan yang menampung koleksi sekitar Empat
Juta buku. Universitas ini mencakup jurusan yang meliputi Astronomi,
Matematika, Kedokteran, Teologi dan Hukum. Jumlah muridnya mencapai Seribu
orang. Selain itu di Andalusia juga terdapat Universitas Sevilla, Malaga dan
Granada yang didalamnya mengajarkan Mata Kuliyah Teologi, Hukum Islam,
Kedokteran, Kimia, Filsafat dan Astronomi
Ilmu pengetahuan yang muncul pada zaman
Dinasti Umayyah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada
masa Bani Umayyah pada umumnya berjalan seperti di zaman permulaan Islam, hanya
pada perintisan dalam ilmu logika, yaitu filsafat dan ilmu
eksak. Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini masih berada pada
tahap awal. Para pembesar Bani Umayyah kurang tertarik pada ilmu pengetahuan
kecuali Yazid bin Mua’wiyah dan Umar bin Abdul Aziz. Ilmu yang
berkembang di zaman Bani Umayyah adalah ilmu syari’ah, ilmu lisaniyah, dan ilmu
tarikh. Selain itu berkembang pula ilmu qiraat, ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu
nahwu, ilmu bumi, dan ilmu-ilmu yang disalin dari bahasa asing. Kota
yang menjadi pusat kajian ilmu pengetahuan ini antara lain Damaskus, Kuffah,
Makkah, Madinah, Mesir, Cordova, Granada, dan lain-lain, dengan masjid sebagai
pusat pengajarannya.
Ilmu pengetahuan yang
berkembang di zaman Dinasti Umayyah dapat diuraikan sebagai berikut :
a.
Al Ulumus Syari’ah, yaitu ilmu-ilmu Agama Islam,
seperti Fiqih, tafsir Al-Qur’an dan
sebagainya.
b.
Al Ulumul Lisaniyah, yaitu ilmu-ilmu yang perlu
untuk memastikan bacaan Al Qur’an, menafsirkan dan memahaminya.
c.
Tarikh, yang meliputi tarikh kaum muslimin dan
segala perjuangannya, riwayat hidup pemimpin-pemimpin mereka, serta tarikh
umum, yaitu tarikh bangsa-bangsa lain.
d.
Ilmu Qiraat, yaitu ilmu yang membahas tentang
membaca Al Qur’an. Pada masa ini termasyhurlah tujuh macam bacaan Al
Qur’an yang terkenal dengan Qiraat Sab’ah yang kemudian ditetapkan menjadi
dasar bacaan, yaitu cara bacaan yang dinisbahkan kepada cara membaca yang
dikemukakan oleh tujuh orang ahli qiraat, yaitu Abdullah bin Katsir (w. 120 H),
Ashim bin Abi Nujud (w. 127 H), Abdullah bin Amir Al Jashsahash (w. 118 H), Ali
bin Hamzah Abu Hasan al Kisai (w. 189 H), Hamzah bin Habib Az-Zaiyat (w. 156
H), Abu Amr bin Al Ala (w. 155 H), dan Nafi bin Na’im (169 H).
e.
Ilmu Tafsir, yaitu ilmu yang membahas tentang
undang-undang dalam menafsirkan Al Qur’an. Pada masa ini muncul ahli
Tafsir yang terkenal seperti Ibnu Abbas dari kalangan sahabat (w. 68 H),
Mujahid (w. 104 H), dan Muhammad Al-Baqir bin Ali bin Ali bin Husain dari
kalangan syi’ah.
f.
Ilmu Hadis, yaitu ilmu yang ditujukan untuk
menjelaskan riwayat dan sanad al-Hadis, karena banyak Hadis yang bukan berasal
dari Rasulullah. Diantara Muhaddis yang terkenal pada masa ini ialah
Az Zuhry (w. 123 H), Ibnu Abi Malikah (w. 123 H), Al Auza’i Abdur Rahman bin
Amr (w. 159 H), Hasan Basri (w. 110 H), dan As Sya’by (w. 104 H).
g.
Ilmu Nahwu, yaitu ilmu yang menjelaskan cara
membaca suatu kalimat didalam berbagai posisinya. Ilmu ini muncul
setelah banyak bangsa-bangsa yang bukan Arab masuk Islam dan negeri-negeri
mereka menjadi wilayah negara Islam. Adapun penyusun ilmu Nahwu yang
pertama dan membukukannya seperti halnya sekarang adalah Abu Aswad Ad Dualy (w.
69 H). Beliau belajar dari Ali bin Abi Thalib, sehingga ada ahli
sejarah yang mengatakan bahwa Ali bin Abi Thalib sebagai Bapaknya ilmu Nahwu.
h.
Ilmu Bumi (al- Jughrafia). Ilmu ini
muncul oleh karena adanya kebutuhan kaum muslimin pada saat itu, yaitu untuk
keperluan menunaikan ibadah Haji, menuntut ilmu dan dakwah, seseorang agar
tidak tersesat di perjalanan, perlu kepada ilmu yang membahas tentang keadaan
letak wilayah. Ilmu ini pada zaman Bani Umayyah baru dalam
tahap merintis.
i.
Al-Ulumud Dakhilah, yaitu ilmu-ilmu yang disalin
dari bahasa asing ke dalam bahasa Arab dan disempurnakannya untuk kepentingan
kebudayaan Islam. Diantara ilmu asing yang diterjemahkan itu adalah
ilmu-ilmu pengobatan dan kimia. Diantara tokoh yang terlibat dalam
kegiatan ini adalah Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah (w. 86
Membentuk dan Menyempurnakan
Departeman-departemen
PemerintahanDepartemen yang
berkembang pada masa Bani Umaiyah I adalah perkembangan dari pemerintahan
sebelunya yaitu khulafaurrasyidin. Pada masa pemerintahan khalifah Umar, beliau
telah membentuk 5 departemen, Nidhmul
Maaly, Nidhamul harbi, Nidhamul Idary, Nidamul Siashi dan Nidhamul Qadhi.
Bentuk departemen ini dikembangkan lagi oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dalam
bentuk yang lebih luas dan menyeluruh. Departemen atau organisasi yang berkembang
pada masa bani Umaiyah 1 adalah;
a.
Diwan Qadhil Qudhah (fungsi dan tugasnya
mirip dengan Departemen Kehakiman) yang
dipimpin oleh Qadhil Qudhah (Ketua Mahkamah Agung). Semua badan-badan
pengadilan atau badan-badan lain yang ada hubungan dengan kehakiman berada di
bawah Diwan Qadhil Qudhah.
b.
Qudhah Al Aqali (hakim provinsi yang
mengetuai pengadilan tinggi).
c.
Qudhah Al Amsar (hakim kota yang mengetuai
pengadilan negeri Al Qadhau atau Al Hisbah).
d.
Al Sulthah Al Qadhaiyah, yaitu jabatan
kejaksaan. Di ibukota Negara dipimpin oleh Al Mudda’il Umumi (jaksa agung), dan
di tiap-tiap kota oleh Naib Umumi (jaksa).
Adapun badan pengadilan ada tiga macam:
1)
Al Qadhau dengan hakimnya yang bergelar Al
Qadhi. Tugasnya mengurus perkara-perkara yang berhubungan dengan agama pada
umumnya.
2)
Al Hisbah dengan hakimnya yang bergelar Al
Muhtasib. Tugasnya menyelesaikan perkara-perkara yang berhubungan dengan
masalah-masalah umum dan tindak pidana yang memerlukan pengurusan segera. An
Nadhar fil Madhalim dengan hakimnya yang bergelar shahibul atau qadhil
madhalim. Tugasnya menyelesaikan perkara-perkara banding dari kedua pengadilan
pertama (Al Qadhau dan Al Hisbah).Selain mengurusi perkara-perkara banding,
Mahkamah Madhalim juga mengurus hal-hal yaitu:
a.
Pengaduan rakyat atas para gubernur yang
memperkosa keadilan, para petugas pajak, pegawai tinggi yang menyeleweng dan
lain-lain.
b.
Pengaduan para pegawai dikurangi gajinya
atau terlambat pembayarannya.
c.
Menjalankan keputusan-keputusan hakim yang
tidak berdaya, kemudian qadhi atau muhtashib yang menjalankannya.
d.
Mengawasi terlaksananya ibadah. Mahkamah
Madhalim diketahui oleh khalifah, kalau di ibukota Negara oleh gubernur dan
kalau di ibukota wilayah oleh Qadhil Qudhah atau hakim-hakim lain yang mewakili
khalifah atau gubernur.
Para
hakim waktu mengadili perkara memakai jubah dan sorban hitam, sebagai lambang
dari Daulah Abbasiyah. Jubah dan sorban hitam pada waktu itu, khusus untuk para
hakim.
1.
Kekuasaan. Perebutan kekuasaan oleh Muawiyh
bin Abi Sofyan telah mengakibatkan terjadinya perubahan dalam peraturan yang
menjadi dasar pemilihan Khulafaur Rasyidin. Maka dengan demikian, jabatan
khalifah beralih ke tangan raja satu keluarga, yang memerintah dengan kekuatan
pedang, politik dan tipu daya (diplomasi). Penyelewengan semakin jauh setelah
Muawiyah mengangkat anaknya Yazid menjadi putra mahkota, yang dengan demikian
berarti beralihnya organisasi khalifah yang berdiri atas dasar Syura dan
bersendikan agama kepada organisasi Al Mulk (kerajaan) yang tegak atas dasar
keturunan serta bersandar terutama kepada politik dari pada kepada agama.
2.
Al Kitabah. Seperti halnya pada masa
permulaan Islam, maka dalam masa Daulah Umayah dibentuk semacam Dewan
Sekretariat Negara yang mengurus berbagai urusan pemerintahan. Karena dalam
masa ini urusan pemerintahan telah menjadi lebih banyak, maka ditetapkan lima
orang sekretaris yaitu;
- Katib Ar Rasail (Sekretaris Urusan Persuratan)
- Katib Al Kharraj (Sekretaris Urusan Pajak
atau Keuangan)
- Katib Asy Syurthah (Sekretaris Urusan
Kepolisian)
-Katib Al Qadhi (Sekretaris Urusan
Kehakiman)
Diantara
para sekretaris itu, Katib Ar Rasail-lah yang paling penting, sehingga para
khalifah tidak akan memberi jabatan itu, kecuali kepada kaum kerabat atau
orang-orang tertentu. Diantara para kuttab yang paling terkenal selama Daulah
Umayah ialah:
- Zaiyad bin Abihi, sekretaris Abu Musa Al
Asy’ary
- Salim, sekretaris Hisyam bin Abdul Malik
-
Abdul Hamid, sekretaris Marwan bin Muhammad
3.
Al Hijabah.
Pada masa Daulah Umayah, diadakan satu jabatan
baru yang bernama Al Hijabah, yaitu urusan pengawalan keselamatan khalifah.
Mungkin karena khawatir akan terulang peristiwa pembunuhan terhadap Ali dan
percobaan pembunuhan terhadap Muawiyah dan Amru bin Ash, maka diadakanlah
penjagaan yang ketat sekali terhadap diri khalifah, sehingga siapapun tidak
dapat menghadap sebelum mendapat izin dari para pengawal (hujjab). Kepala
pengawalan keselamatan khalifah adalah jabatan yang sangat tinggi dalam istana
kerajaan, waktu khalifah Abdul Malik binMarwan melantik kepala pengawalnya,
antara lain dia memberi amanat, “Engkau telah kuangkat menjadi kepala
pengawalku. Siapapun tidak boleh masuk menghadap tanpa izinmu, kecuali muazzin,
pengantar pos dan pengurus dapur”.Deparemen yang yang lahir pada masa khulafaur
dikembangkan dan disempurnakan oleh bani Umaiyah terutama pada masa Umiyah ;
a.
An Nidhamul Idari
Organisasi tata
usaha Negara pada permulaan Islam sangat sederhana, tidak diadakan pembidangan
usaha yang khusus. Demikian pula keadaannya pada masa Daulah Bani Umayyah,
administrasi Negara sangat simpel.Pada umumnya, di daerah-daerah Islam bekas
daerah Romawi dan Persia, administrasi pemerintahan dibiarkan terus berlaku
seperti yang telah ada, kecuali diadakan perubahan-perubahan kecil.
1)
Ad Dawawin. Untuk mengurus tata usaha
pemerintahan, maka Daulah Umayah mengadakan empat buah dewan atau kantor pusat,
yaitu:
-Diwanul Kharraj
-Diwanur Rasail
- Diwanul Mustaghilat al Mutanawi’ah
- Diwanul Khatim, dewan ini sangat penting
karena tugasnya mengurus surat-surat lamaran raja, menyiarkannya, menstempel,
membungkus dengan kain dan dibalut dengan lilin kemudian diatasnya dicap.
2)
Al Imarah Alal Baldan. Daulah Umayah
membagi daerah Mamlakah Islamiyah kepada lima wilayah besar, yaitu:
- Hijaz, Yaman dan Nejed (pedalaman jazirah Arab)-Irak Arab dan Irak Ajam, Aman dan Bahrain, Karman dan Sajistan, Kabul dan
Khurasan, negeri-negeri di belakang sungai (Ma Wara’a Nahri) dan Sind serta
sebagian negeri Punjab-Mesir dan Sudan-Armenia, Azerbaijan, dan Asia Kecil-Afrika Utara, Libia, Andalusia, Sisilia,
Sardinia dan Balyar
- Untuk tiap wilayah besar ini, diangkat
seorang Amirul Umara (Gubernur Jenderal) yang dibawah kekuasaannya ada beberapa
orang amir (gubernur) yang mengepalai satu wilayah.Dalam rangka pelaksanaan
kesatuanpolitik bagi negeri-negeri Arab, maka khalifah Umar mengangkat para
gubernur jenderal yang berasal dari orang-orang Arab. Politik ini dijalankan
terus oleh khalifah-khalifah sesudahnya, termasuk para khalifah Daulah Umayah.
4)
Barid. Organisasi pos diadakan dalam tata
usaha Negara Islam semenjak Muawiyah bin Abi Sofyan memegang jabatan khalifah.
Setelah khalifah Abdul Malik bin Marwan berkuasa maka diadakan
perbaikan-perbaikan dalam organisasi pos, sehingga ia menjadi alat yang sangat
vital dalam administrasiNegara.
5)
Syurthah. Organisasi syurthah (kepolisian)
dilanjutkan terus dalam masa Daulah Umayah, bahkan disempurnakan. Pada mulanya
organisasi kepolisian ini menjadi bagian dari organisasi kehakiman, yang
bertugas melaksanakan perintah hakim dan keputusan-keputusan pengadilan, dan
kepalanya sebagai pelaksana Al Hudud. Tidak lama kemudian, maka organisasi
kepolisian terpisah dari kehakiman dan berdiri sendiri, dengan tugas mengawasi
dan mengurus soal-soal kejahatan. Khalifah Hisyam memasukkan dalam
organisasikepolisian satu badan yang bernama Nidhamul Ahdas dengan tugas hampir
serupa dengan tugas tentara yaitu semacam brigade mobil.
b.
An Nidhamul Mali
Yaitu
organisasi keuangan atau ekonomi, bahwa sumber uang masuk pada zaman Daulah
Umayah pada umumnya seperti di zaman permulaan Islam.
1)
Al Dharaib. Yaitu suatu kewajiban yang
harus dibayar oleh warga Negara (Al Dharaib) pada zaman Daulah Umayah dan sudah
berlaku kewajiban ini di zaman permulaan Islam. Kepada penduduk dari
negeri-negeri yang baru ditaklukkan, terutama yang belum masuk Islam,
ditetapkan pajak-pajak istimewa. Sikap yang begini yang telah menimbulkan
perlawanan pada beberapa daerah.
2)
Masharif Baitul Mal. Yaitu saluran uang
keluar pada masa Daulah Umayah, pada umumnya sama seperti pada masa permulaan
Islam yaitu untuk:
- Gaji para pegawai dan tentara serta biaya tata usaha Negara
- Pembangunan pertanian, termasuk irigasi
dan penggalian terusan-terusan
- Biaya orang-orang hukuman dan tawanan
perang
- Biaya perlengkapan perang
- Hadiah-hadiah kepada para pujangga dan
para ulama Kecuali itu, para khalifah Umayah menyediakan dana khusus untuk
dinas rahasia, sedangkan gaji tentara ditingkatkan sedemikian rupa, demi untuk
menjalankan politik tangan besinya.
c. An Nidhamul Harbi
Organisasi
pertahanan pada masa Daulah Umayah sama seperti yang telah dibuat oleh khalifah
Umar, hanya lebih disempurnakan. Hanya bedanya, kalau pada waktu Khulafaur
Rasyidin tentara Islam adalah tentara sukarela, maka pada zaman Daulah Umayah
orang masuk tentara kebanyakan dengan paksa atau setengah paksa, yang dinamakan
Nidhamut Tajnidil Ijbari yaitu semacam undang-undang wajib militer. Politik
ketentaraan pada masa Bani Umayah, yaitu
politik Arab oriented dimana anggota tentara haruslah terdiri dari orang- orang
Arab atau imam Arab. Keadaan itu berjalan terus, sampai-sampai daerah kerajaannya
menjadi luas meliputi Afrika Utara, Andalusia dan lain-lainnya sehingga
terpaksa meminta bantuan kepada bangsa Barbar untuk menjadi tentara.Organisasi
tentara pada masa ini banyak mencontoh organisasi tentara Persia. Pada masa
khalifah Utsman telah mulai dibangunangkatan laut Islam, tetapi sangat
sederhana. Setelah Muawiyah memegang Kendali Negara Islam, maka dibangunlah
armada Islam yang kuat dengan tujuan:
1)
Untuk mempertahankan daerah-daerah Islam
dari serangan armada Romawi
2)
Untuk memperluas dakwah IslamiyahMuawiyah
membentuk armada musim panas dan armada musim dingin, sehingga ia sanggup
bertempur dalam segala musim.Armada Laut Syam terdiri dari banyak kapal perang,
di zaman Muawiyah Laksamana Aqobah bin Amri Fahrim menyerang pulau Rhadas.Dalam
tahun 53 H, armada Romawi menyerang daerah Islam dan terbunuh seorang
panglimanya yang bernama Wardan. Hal ini membuka mata kaum muslimin sehingga
para pembesar Islam bergegas membangun galangan kapal perang di Pulau Raudhah
dalam tahun 64 H.
d.
D An Nidhamul Qadhai
Di zaman Daulah Umayah kekuasaan pengadilan telah dipisahkan dari kekuasaan
politik. Kehakiman pada zaman itu mempunyai dua cirri khasnya yaitu:
1)
Bahwa seorang qadhi memutuskan perkara
dengan ijtihadnya, karena pada waktu itu belum ada lagi madzhab empat atau
madzhab lainnya. Pada masa itu para qadhi menggali hukum sendiri dari Al Kitab
dan As Sunnah dengan berijtihad.
2)
Kehakiman belum terpengaruh dengan politik,
karena para qadhi bebas merdeka dengan hukumnya, tidak terpengaruh dengan
kehendak para pembesar yang berkuasa.Para hakim pada zaman Umayah adalah
manusia pilihan yang bertakwa kepada Allah SWT dan melaksanakan hukum dengan
adil, sementara para khalifah mengawasi gerak-gerik dan perilaku mereka,
sehingga kalau ada yang menyeleweng terus dipecat.
Kekuasaan kehakiman di zaman ini dibagi ke
dalam tiga badan:
1. Al Qadha seperti diuraikan di atas, tugas qadhi biasanya menyelesaikan
perkara-perkara yang berhubungan dengan agama.
2. Al Hisbah dimana tugas Al Muhtashib (kepala hisbah) biasanya menyelesaikan
perkara-perkara umum dan soal-soal pidana yang memerlukan tindakan cepat.
3. An Nadhar fil Madhalim yaitu mahkamah tertinggi atau mahkamah banding.
e.
An Nadhar fil Madhalim
Ini
adalah pengadilan tertinggi, yang bertugas menerima banding dari pengadilan
yang dibawahnya dan mengadili para hakim dan para pembesar tinggi yang
bersalah.Pengadilan ini bersidang di bawah pimpinan khalifah sendiri atau orang
yang ditunjuk olehnya. Para khalifah Bani Umayah menyediakan satu hari saja
dalam seminggu untuk keperluan ini dan yang pertama kali mengadakannya yaitu
Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Seperti mahkamah-mahkamah yang lain, maka
Mahkamah Madhalim ini diadakan dalam masjid. Ketua Mahkamah Madhalim dibantu
olehlima orang pejabat lainnya, dimana sidang mahkamah itu tidak sah tanpa
mereka yaitu:
1) Para pengawal yang kuat-kuat, yang sanggup bertindak kalau para pesakitan lari atau berbuat Para hakim dan qadhi.
2) Para sarjana hukum (fuqaha) tempat para hakim meminta pendapat tentang hukum
1) Para pengawal yang kuat-kuat, yang sanggup bertindak kalau para pesakitan lari atau berbuat Para hakim dan qadhi.
2) Para sarjana hukum (fuqaha) tempat para hakim meminta pendapat tentang hukum
3)
Para penulis yang bertugas mencatat segala
jalannya sidang
Langganan:
Postingan (Atom)